Curhatan Seorang Ibu 1

[Tulisan #1 dari 2]
Bolehkah saya curhat? Begitu tanya seorang ibu di ujung telpon sambil terisak. Tanpa menunggu jawaban, si ibu langsung menceritakan keadaan yang sedang dia hadapi. Sebuah ujian kesabaran yang tak semua orang tua sanggup menghadapi – begitulah ia mengkategorikan kondisinya.
Beragam bumbu cerita ia sampaikan tentu dengan aroma
ketidakberdayaan sekaligus kecemburuan terhadap orang tua lain yang terlihat
nyaman-nyaman saja membesarkan anaknya.
Begini kisah anaknya. Dari tiga orang anaknya, yang bermasalah adalah yang
nomer dua. Dari kecil ia mengalami syndrom telat wicara. Di usia lima tahun
baru ia bisa normal berkomunikasi. Saat ini dia sudah duduk di kelas akhir
sekolah menengah pertama dan sampai di
titik ini hampir semua teman, kenalan termasuk guru-guru anaknya
mengucapkan salut kepada sang ibu bisa tahan membesarkan anaknya.
Ada apa dengan anaknya?
Anaknya pemarah sekali, mudah mengamuk, dan kalau mengamuk apapun yang ada di
hadapannya akan dijadikan media penyaluran kemarahannya. Tak benda, hewan,
orangpun akan jadi sasarannya. Hal ini terjadi sudah sejak dari dia masuk
sekolah. Pantang disindir, tak mau diremehkan.
Demikian deskripsi anak yang disampaikan oleh si ibu. Untungnya ibu ini
menyadari kelebihan dari anaknya. Dia memiliki cita-cita dan kemauan untuk
menggapai cita-citanya tersebut. Secara inteligensia yang diukur dari rangking
di kelasnya ia termasuk menengah ke atas – termasuk rangking 10 besar di kelas.
Sampai pada titik menceritakan kelebihan yang dimiliki
anaknya sang ibu berangsur berubah dari kesedihan kepada kebanggaan. Hingga ia
lupa tangisan di awal percakapan.
Lalu kutanya...
Jadi apa yang ibu inginkan?
Disini dia teringat kembali awal kesedihan yang mendorong ia menghubungi
seseorang untuk mencurahkan beban yang dia rasakan agar dapatkan penyelesaian.
Si ibu lalu mengatakan – saya tidak ingin anak saya jadi anak nakal, anak yang
mudah marah, anak yang mudah tersinggung, mudah mengamuk. Termasuk juga supaya
anak saya tidak main game. Pernah saya katakan ke dia kalau game itu adalah
syetan dan saya katakan ke dia jangan main game nanti ketagihan.
Itulah keluhan yang disampaikan oleh si ibu dari ujung
telepon. Adakah diantara Ayah/Bunda yang tengah membaca artikel ini mengalami
hal yang serupa? Kalau pun tidak sama persis setidaknya ada kemiripanlah.
Bila jawabannya adalah iya maka mari kita niatkan untuk segera menemukan jalan
keluarnya. Bilamana fenomena itu muncul dan tidak segera diselesaikan – maka ia
kan menjadi jalan munculnya perilaku yang lebih mengerikan. Dan ingat kalau pun
tak muncul di hari tertentu, di waktu tertentu, di periode tertentu – bukan
berarti ia telah benar-benar selesai. Ibarat gunung berapi, saat iya tidak
batuk ataupun tidak mengeluarkan ‘kegaduhannya’ tak berarti dia tidak berbahaya.
Yang terjadi adalah ia menyimpan energi yang berpotensi membawa bahaya lebih
besar lagi.
So, mari temukan solusinya.
Artikel Berikutnya:
http://hasbiparenting.com/curhatan-seorang-ibu-2-detail-6761.html
http://hasbiparenting.com/keluarga-sadar-berbahasa-anak-lengkap-rasakan-cinta-detail-6505.html
Ikuti channel youtube kami di:
www.YouTube.com/HasbiParenting
Salam #Inspirasi
Coach Hasbi
__________________________________________________________________
Ingin Undang Coach Hasbi jadi Pembicara dan Pelatih dalam Training?
Hubungi 0813 7461 4730
Komentar
Belum Ada Komentar